Tips & informasi terbaru, paling hot, terbesar dan terunik sepanjang masa

Powered by Blogger.

TUGAS UTS TRANSLATION 23 APRIL 2012

ADSENSE HERE

 Ass. Bersama ini Sya lampirkan materi untuk bahan UTS.
UTS nya. Saudara diminta untuk membuat contoh kalimat dari setiap metode/teknik penerjemahan.

1. setiap contoh dari masing2 teknik/metode penerjemahan minimal 5 contoh kalimat.
2. setiap contoh tidak boleh mengutip dari yang sudah ada. melainkan harus dibikin sendiri.
3. setiap contoh kalimat tidak boleh ada yang sama dengan contoh kalimat teman saudara.jika ada yang sama maka semuanya tidak akan di nilai
4. jawaban di kumpulkan dalam bentuk CD, CD nya boleh perorangan /kelompok/satu kelas.
5. jangan lupa mencantumkan nama, kelas, dan  no. NIRM.
6. dikumpulkan maksimal tgl 23 April 2012 pkl 14.00 di prodi

Mohon informasi ini segeraaa di sebar ke teman teman saudara. Trims

*Untuk no. 16 (16. Variation ) tidak usah dikerjakan. Kalau mau dikumpilkan bareng sekelas (IVB) bisa di kumpulkan di Haji Anjas paling lambat tanggal 21 April 2012. (mun moal mah nya karep).
Materinya bisa dilihat di bawah (sudah di-edit) dalam bentuk Ms.word supaya bisa langsung co-pas, dan saya juga lampirkan file asli dari Pak Cahyadi (PDF).
Kalau ada pertanyaan, langsung saja hubungi admin lewat SMS atau di kolom komentar di bawah.



I.                  METODE PENERJEMAHAN

Terlepas dari perbedaan-perbedaan yang ada, setiap pakar penerjemah mengelompokkan penerjemahan-penerjemahan dibawah ini kedalam jenis, metode atau teknik. Peneliti, dalam hal ini, mengadopsi penapat Newmark (1988) dalam pengelompokkan metode penerjemahan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah metode diartikan sebagai cara yang teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (2005:740).
Berkaitan dengan batasan istilah metode penerjemahan, Molina dan Albir (2002:507) menyatakan bahwa “Translation method refers to the way of a particular translation process that is carried out in terms of the translator’s objective, I’e., a global option that affects the whole texts”, dari bahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode penerjemahan lebih cenderung pada sebuah cara yang digunakan oleh penerjemah dalam proses penerjemahan sesuai dengan tujuannya, misalnya sebuah opsi global penerjemah yang mempengaruhi keseluruhan teks. Jadi metode penerjemahan sangat mempengaruhi hasil terjemahan. Artinya hasil penerjemhan teks sangat ditentukan oleh metode penerjemah karena maksud, tujuan dan kehendak penerjemah akan berpengaruh terhadap hasil terjemahan teks secara keseluruhan.

1. Penerjemahan kata demi kata
Dalam meode penerjemahan kata demi kata (word-for-word translation), biasanya kata-kata Tsa langsung diletakan dibawah versi Tsu atau disebut dengan interlinear translation. Metode penerjemahan ini sangat terikat pada tataran kata Bsu dalam Bsa. Susunan kata dalam kalimat penerjemahan sama persis dengan susunan kata dalam kalimat Bsu. Setiap kata diterjemahkan satu satu berdasarkan makna umum diluar konteks, sedangkan kata-kata yang berkaitan dengan budaya diterjemahkan secara harfiah. Umumnya metode ini digunakan pada tahapan prapenerjemahan pada saat penerjemah menerjemahkan teks yang sukar atau untuk memahami mekanisme Bsu. Jadi metode ini digunakan pada tahap analisis atau tahap awal pengalihan. Biasanya metode ini digunakan untuk penerjemahan tujuan khusus, namun tidak lazim digunakan untuk penerjemahan yang umum.
Berikut adalah beberapa contoh hasil terjemahan yang menggunakan contoh metode penerjemahan kata demi kata:
1. Tsu : look, little guy, you-all ahouldn’tbe doing that.

Tsa : lihat, kecil anak, kamu semua harus tidak melakukan ini.

Berdasarkan hasil penerjemahan tersebut, kalimat Tsu yang dihasilkan sangatlah rancu dan janggal karena susunan frase ‘kecil anak’ itu kuarang tepat. Seharusnya kedua frase tersebut menjadi ‘anak kecil’. Sehinnga alternative terjemahan dari kalimat tersebut menjadi: ‘Lihat, anak kecil, kamu semua seharusnya tidak melakukan itu.’

2. Penerjemahan Harfiah
Penerjemahan harfiah atau disebut juga penerjemahan lurus berada diantara penerjemahan kata demi kata dan penerjemahan bebas. Dalam proses penerjemahannya, penerjemah mencari konstruksi gramatikal Bsu yang sepadan atau dekat dengan Bsa. Penerjemhan harfiah ini terlepas dari konteks. Penerjemahan ini mila-mula dilakukan seperti penerjemahan kata demi kata, tetapi penerjemah kemudian menyesuaikan susunan kata-katanya sesuai dengan gramatikal Bsa. Perhatikan beberapa contoh berikut ini:
1. Tsu : look, little guy, you-all shouldn’t be doing that.

Tsa : lihat, anak kecil, kamu seharusnya tidak berbuat seperti itu.

2. Tsu : it’s raining cats and dogs.

Tsa : hujan kucing dan anjing.

3. Tsu : his hearth is in the right place.

Tsa : hatinya berada ditempat yang benar.

4. Tsu : the sooner or the later the weather will change.

Tsa : lebih cepat atau lebih lambat cuaca akan berubah.

Jika dilihat dari hasil terjemahannya, beberapa kalimat-kalimat yang diterjemahkan secara harfiah masih terasa janggal, misalnya kalimat ke-2 sebaiknya diterjemahkan “hujan lebat” atau “hujan deras”. Kalimat ke-3 seharusnya menjadi “hatinya tentram”. Namun jika demikian hasil terjemahannya, memang lebih condong pada penerjemahan bebas. Demikian pula dengan kalimat ke-4 sebaiknya diterjemahkan menjadi “cepat atau lambat cuacanya akan berubah.”

3. Penerjemahan Setia
Dalam penerjemahan setia penerjemah berupaya memproduksi makna kontekstual dari teks asli dengan tepat dalam batasan-batasan struktur gramatikal teks sasaran. Disini kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan, tetapi penyimpangan tata bahasa dan pilihan kata masih tetap ada atau dibiarkan. Penerjemahan ini berpegang teguh pada maksud dan tujuan Tsu, sehinnga hasil terjemahan kadang-kadang masih terasa kaku dan seringkali asing. Perhatikan contoh berikut ini:
1. Tsu : Ben is too well aware that he is naughty.
Tsa : Ben menyadari terlalu baik bahwa ia nakal.
2. Tsu : I have quite a few friends.
Tsa : saya mempunyai samasekali tidak banyak teman.

4. Penerjemahan Semantis
Penerjemahan semantic lebih luwes daripada penerjemahan setia. Penerjemahan setia lebih kaku dan tidak kompromi dengan kaidah Bsa atau lebih terikat dengan Bsu, sedangkan penerjemahan semantic lebih flexible dengan Bsa. Berbeda dengan penerjemahan setia, penerjemahan semantic harus mempertimbangkan unsure estetika teks Bsu dengan cara mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. Perhatikan contoh berikut ini:
Tsu : he is a book worm.
Tsa : dia adalah seorang yang suka sekali membaca.

Frase book worm diterjemahkan secara flexible sesuai dengan konteks budaya dan batasan fungsional yang berterima dalam Bsa. Tetapi terjemahan di atas kurang tepat dan seharusnya diterjemahkan menjadi: ‘dia seorang kutu buku’.

5. Adaptasi (saduran)
Adaptasi ale Newmark (1988:46) disebut dengan metode penerjemahan yang paling bebas dan paling dekat engan Bsa. Istilah ‘saduran’ dapat diterima disini, aslakan penyadurannya tidak mengorbankan tema, karakter atau alur dalam Tsu. Memang penerjemahan adaptasi ini banyak digunakan untuk menerjemahkan puisi dan drama. Disini terjadi peralihan budaya Bsa ke Bsu dan teks asli ditulis kembali serta diadaptasikan kedalam Tsa. Berikut adlah contoh lirik lagu dari sebuah yang disadur dari bahasa Inggris kedalam bahasa Indonesia:

Tsu : hey Jude, don’t make it bsd
Take a sad song and make it better
Remember to let her into your heart
Then you can start to make is better

Tsa : kasih, dimanakah
Mengapa kau tinggalkan aku
Ingatlah-ingatlah kau padaku
Janji setiamu takan ku lupa

6. Penerjemahan Bebas
Penerjemahan bebas merupakan penerjemahan yang lebih mengutamakan isi dari pada bentuk teks Bsu. Biasanya metode ini berbentuk paraphrase yang lebih panjang daripada bentuk aslinya, dimaksudkan agar isi atau pesan lebih jelas diterima oleh pengguna Bsa. Terjemahannya bersifat berteletele dan panjang lebar, bahkan hasil terjemahannya tampak seperti bukan terjemahan. Seperti contoh berikut:
1.      Tsu : the flowers in the garden.
Tsa : bunga-bunga yang tumbuh dikebun
2.      Tsu : how they live on what he makes?
Tsa : bagaimana mereka dapat hidup dengan penghasilannya?
Dalam contoh nomor 1 terjadi pergeseran yang disebut dengan shint up, karens dari frase preposisi in the garden menjadi klausa ‘yang tumbyh dikebun’. Sedangkan pada nomor 2 terjadi pergeseran yang disebut dengan shunt down, karena klausa on what he makes menjadifrase ‘dengan penghasilannya’.

7. Penerjemahan Idiomatik
Larson dalam Choliludin (2006:23) mengatakan bahwa terjemahan idiomatic menggunakan bentuk alamiah dalam teks Bsa-nya, sesuai denga konstruksi gramatikalnya dan pilihan leksikalnya. Terjemahan yang benar-benar idiomatic tidak tampak seperti hasil terjemahan. Hasil terjemahannya seolah-olah tidak tampak seperti hasil tulisan langsung dari penutur asli. Maka seorang penerjemah yang baik akan mencoba menerjemahkan teks secara idiomatic. Nemark (1988:47) menambahkan bahwa penerjemahan idiomatic memproduksi pesan dalam teks Bsa dengan ungkapan yang lebih alamiah dan akrab dari teks Bsu.
Choliludin (2006:222-225) member beberapa contoh terjemahan idiomatic sebagai berikut:
1.     Tsu : Salina! Excusme, Salina!
Tsa : Salina! Permisi, Salina!
2.     Tsu : I can relate to that.
Tsa : aku mengerti maksudnya.

8. Penerjemahan Komunikatif
Menurut Newmark (1988:47) penerjemahan komunikatif berupaya untuk menerjemahkan makna kontekstual dalam teks Bsu, baik aspek kebahasaan maupun aspek isinya, agar dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca. Machali (200:55) menambahkan bahwa metode ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu mimbar pembaca dan tujuan penerjemahan. Contoh dari penerjemahan ini adalah penerjemahan kata spine dalam frase thorns spines in hold reef sediments. Jika kata tersebut diterjemahkan oleh seorang ahli biologi, maka padanannya adalah spina, tetapi jika diterjemahkan untuk mimbar pembaca yang lebih umum maka kata itu diterjemahkan menjadi ‘duri’.
Berdasarkan pengamatan peneliti, setiap penerjemah memiliki gaya masing-masing dalam menerjemahkan suatu karya. Gaya yang dia pakai akan sangat berkaitan erat misalnya, dengan metode penerjemahan yang dia lakukan. Diantara para penerjemah ada yang menggunakan metode penerjemahan setia, seperti yang telah dilakukan oleh penerjemah novel Harry Potter and the Phylosoper’s Stone. Alasannya adalah bahwa ia tidak mau melepaskan makna kontekstual dalam Tsu-nya. Dia berusaha mempertahankan istilah-istilah yang berkaitan dengan sosio-budaya dan latar dari Bsu, misalnya mempertahankan kata Mr dan Mrs serta nama-nama dari para karakter dalam novel itu. Dia tidak melakukan suatu adaptasi atau domestikasi tetapi mempertahankan ideology forensisasinya. Ini dilakukan demi menjaga keaslian unsur-unsur cerita dan nilai-nilai budaya yang melatari cerita tersebut sehingga pembaca diajak untuk mengenali tema, karakter, latar dan atmosfer budaya asing. Para penerjemah novel lainnya masing-masing berbeda dalam memilih metode penerjemahan. Diantaranya ada yang menggunakan penerjemahan bebas, semantis, idiomatik, dan adaptasi. Hal tersebut dilakukan bergantung kepada kebiasaan serta gaya yang menjadi ciri khas mereka. Mungkin pula bergantung pada tujuan penerjemahan itu sendiri.


II. TEKNIK PENERJEMAHAN (lanjutan)

Berdasarkan KBBI (2005:1158) teknik adalah cara membuat atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni. Bagaimana hubungannya dengan teknik menerjemahkan? Berdasrkan definisi KBBI, teknik itu berbeda dengan metode dan prosedur. Sudah dikatakan dalam bahasan sebelumnya, metode penerjemahan mempengaruhi keseluruhan teks hasil penerjemahan, prosedur meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, sedangkan teknik adalah cara praktis untuk menganalisis dan mengklasifikasi bagaimana proses pencarian padanan itu dilakukan. Dalam hal ini Molina dan Hurtado Albir menjelaskan lima karakteristik dasar dari teknik penerjemahan:
1. Teknik penerjemahan berpengaruh tehadap hasil terjemahan.
2. Teknik penerjemahan membandingkan Bsu dengan Bsa.
3. Teknik penerjemahan berpengaruh terhadap satuan-satuan teks terkecil, misalnya kata, frase, dan kalimat.
4. Teknik penerjemahan nersifat diskursif alamiah dan kontekstual.
5. Teknik penerjemahan itu fungsional.

Walaupun demikian teknik-teknk penerjemahan itu bukanlah satu-satunya sebagai serentetan kategori yang tersedia untuk menganalisis teks terjemahan, karena masih ada kategori-kategori alternative lainnya yang dapat mempengaruhi roses analisis dalam penerjemahan, misalnya koherensi, kohesi, progresi tematik dan dimensi-dimensi kontekstual lainnya.
Teknik-teknik penerjemahan yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari pendapat Molina dan Hurtado Albir (2002:508-511) dengan klasifikasi sebagai berikut:

1. Adaptation
Adaptasi sebagai metode penerjemahan menurut Newmark berbeda dengan adaptasi sebagai teknik penerjemahan menurut Molina dan Hurtado Albir (2002:509). Adaptasi sebagai metode mengarah kepada penerjemahan yang menghasilkan keseluruhan teks menjadi sebuah saduran, sedangkan adaptasi sebagai teknik lebih cenderung kepada upaya mengganti sebuah unsure cultural dalam Tsu dengan sebuah unsure cultural dalam Tsu dengan sebuah unsure cultural yang sesuai dengan pengguna Bsa atau unsure budaya sasaran, contohnya mengganti kata bhas Inggris baseball dengan kata bahasa Spanyol futbal. Konsep adaptasi diatas selaras dengan pendapat Vinay dan Darbelnet (1977) dan Margot (1979). Jadi teknik adaptasi belum tentu mengubah seluruh teks menjadi sebuah saduran, karena teknik ini hanya menerjemahkan unsure-unsur teks saja, kecuali memang semua unsure dalam teks diadaptasi secara keseluruhan. Kalau dalam terjemahan Inggris ke Indonesia kita menjumpai terjemahan frase Dear sir menjadi yang terhormat atau frase Sincerely yours diterjemahkan menjadi ‘hormat saya’. Teknik penerjemahan ini disesuaikan dengan budaya sasaran dalam bahasa Indonesia.

2. Amplification
Teknik amplifikasi memperkenalkan suatu penjelasan rinci dalam Tsa yang tidak terdapat dalam Tsu, misalnya untuk menerjemahkan nomina bahasa Arab Ramadhan ke dalam baha Inggris perlu diberi deskripsi the Muslim month of fasting agar pembaca Tsu lebih paham dan jelas, sehingga diterjemahkan menjadi Ramadhan, the Muslim month of fasting. Teknik ini sama dengan explicitation-nya Margot, dan paraphrase-nya.
Jika ditinjau dari kasusnya, tampaknya amplifikasi itu hamper sama dengan addition Delisle dan Pharapase-nya Newmark. Nida dalam Molina dan Hurtado Albir (2002:502) menyatakan bahwa teknik penambahan dilakukan untuk mengklarifikasi sebuah ekspresi ellipsis, menghindari ketaksaan atau ambiguitas, menambah konektor. Berikut adalah beberapa contoh teknik penambahan:

Tsu : employees of all industries took part in the conference.
Tsa : karyawan-karyawan dari semua cabang industry mengambil bagian dalam konferensi tersebut.

Terdapat penambahan kata cabang untuk memperjelas industry.
Adapun Newmark (1980:90) mengelompokan paraphrase kedalam prosedur penerjemahan yang menyebutkan bahwa paraphrase adalah penjelasan tambahan makna dari sebush segmen teks karena segmen tersebut mengandung makna yang tersirat atau hilang, sehingga perlu dijelaskan atau diparafrase sehingga menjadi lebih jelas. Paraphrase menurut Crystal (1985:220-221) adalah “the result or process of producing alternative versions af a sentence or a text without changing the meaning.” Paraphrase adlah hasil atau proses memproduksi beberapa versi alternative dari sebuah kalimat atau teks. Misalnya sebuah kalimat aktif dapat diparafrase menjadi kalimat pasif sebagai sebuah versi kalimat alternative hasil dari proses reproduksi. Perhatikan contoh berikut:
Tsu : the dog is eating a bone.
Dapat diterjemahkan menjadi:
Tsa : sepotong tulang sedang dimakan oleh anjing itu.

3. Borrowing
Pinjaman menurut Molina dan Hurtado Albir (2002:510) adalah teknik penerjemahan dengan cara mengambil kata atau ungkapan langsung dari bahasa lain. Biasanya kata atau ugkapan yang diambil itu murni, misalnya kata bahas Inggris lobby dalam teks bahsa Spanyol atau contoh-contoh yang lainnya adalah kata gol dari goal, kata futbal dari football, kata lider dari leader, kata mitin dari meeting. Teknik borrowing ini sama dengan teknik naturalisasinya Newmark.
Richard (1992:40) menambahkan borrowing adalah kata atau frase yang diambil dari sebuah bahasa dan digunakan dalam bahasa lain, misalnya bahsa Inggris mengambil frase garage dari bahasa Francis, al fresco dari bahasa Italia, moccasin dari bahasa Indian Amerika. Selanjutnya dia mengatakan bahwa jika kata pinjamannya itu berbentuk kata tunggal maka disebut dengan loan word. Contoh kata-kata pinjaman bahasa Indonesia dari bahasa Inggris adalah anus, urine, horizon, diameter, stereo, neutron, dapat dilihat dalam Pedoman Umum Pembentukan Istilah (2006:8-33).

4. Calque
Menurut Richard (1992:44), calque sama dengan loan translation atau termasuk jenis borrowing, yaitu teknik penerjemahan yang menerjemahkan morfem atau kata-kata suatu bahasa kedalam morfem ata kata bahasa lain yang ekuivalen. Contohnya kata bahasa Inggris almighty adalah calque dari bahasa Latin omnipotens:omni=all dan potens=mighty, jadi omnipotens menjadi almighty. Adapun Molina dan Hurtado Albir (2002:510) menegaskan bahwa calque adalah terjemahan harfiah sebuah kata atau frase asing, baik secara leksikal maupun structural misalnya terjemahan Normal School dari bahasa Francis Ecole Normale.

5. Compensation
Molina dan Hurtado Albir (220:510) mengatakan:
Compensation is used to introduce a Source Text (ST) element of information or stylistic effect in another place in the target text (TT) because it cannot be replaced in the same place as in the source text (ST).
Definisi diatas menyatakan bahwa kompensasi digunakan untuk memperkenalkan unsure informasi atau efek stilistik Tsu terhadap Tsa karena unsure atau efek tersebut tidak dapat digantikan atau tidak ada padanannya dalam Tsa. Contohnya kata ganto orang “thee” dalam bahasa Inggris kuno diganti dengan bentuk penyeru “O” dalam bahasa Francis.

Tsu(E) : I was seekin thee Flathead.
Tsa(F) : en verite c’est bien toi que je cherce, O tete plate.

Unsure informasi atau efek stilistik yang ada dalam bentuk kata ganti bahasa Inggris ‘thee’ yang bernilai padanan kuno tidak dapat digantikan dengan bentuk kata ganti bahasa Francis (tu, te, toi). Makna dari itu penerjemah mencari penggantinya dalam bentuk penyeru ‘O’ dalam bagian kalomat tersebut karena bentuk penyeru tersebut memiliki rasa bahasa yang sama yaitu bernuansa archaic.
Sehubungan dengan ini, Hervey dan Higgins (1992:37-39) mengelompokan kompensasi kedalam tiga jenis:

1) Compensation In Place
Dalam hal ini mereka menyatakan bahwa kompensasi ditempat merupakan sebuah teknik penerjemahan yang berupaya menampilkan suatu efek yang hilang apada bagian tertentu dalam Tsu dengan cara menciptakan ulang sebuah efek yang sesuai, baik itu terletak pada posisi awal maupun ahir dalam Tsa. Contoh dari compensation place adalah penerjemahan aliterasi pola bunyi konsonan [v] dalam bahasa Francis menjadi pola bunyi konsonan [n] dalam bahasa Inggris serta asonasi pola bunyi diftong [ou] dalam bahasa Inggris sebagaimana dalam contoh berikut:
Tsu (F) : voila ce que veulent dire less virile acclamations de nos villes et de nos villages, purges enfin de l’ennemi
Tsa (E) : this is what the cheering means, resounding through our towns and villages clensed at last of the enemy.

2) Compensation by merging
Kompensasi dengan cara menggabung adalah teknikpenerjemahan dengan cara memadatkan atau meringkas cirri-ciri Tsu dalam bentangan yang relative panjang kedalam sebuah bentangan Tsa yang relative pendek.
Contoh dari Compensation by merging ini adalah penerjemahan frase yang relative panjang yaitu, cette marquee infamante qui designe dengan cara dipadatkan atau diringkas menjadi sebuah frase yang relative pendek yaitu brands…as seperti dalam sebuah contoh berikut:

Tsu (F) : le peche, cette marquee infamante qui designe la mechante la damnee.
Tsa (E) : sin, which brands a woman as evil, wicked and damned.

Frase cette marquee infamante qui designe yang panjang ini bermakna ‘that ignominious stigma/brand which designates’ yang artinya ‘noda/cap jahat itu yang menandakan’ diterjemahkan menjadi sebuah frase brands..as yang pendek yang bermakna ‘describe…as’ yang artinya menggambar sesorang/sesuatu sebagai.

3) Compensation by splitting
Kompensasi dengan cara memecah adalah teknik penerjemahan dengan cara memecah suatuunsur informasi atau efek stalistik tunggal dalam Tsu menjadi dua unsure informasi atau efek stalistik yang mewakli dalam Tsa. Hal tersebut dipilih jika tidak ada kata tunggal dalam Tsa yang tidak memiliki cakupan makna dalam Tsu.
Contohnya adalah memecah kata benda ‘les papilons’ dalam bahasa Francis menjadi dua kata benda bahasa Inggris yang mewakili yaitu ‘moths and butterflies’. Contoh lainnya adlah kata benda bahasa Francis ‘comble’ yang berarti to fill dalam bahasa Inggris dipecah menjadi soothe or heal dan approfondit yang berarti to go deeper dipecah menjadi open and probes.

6. Description
Deskripsi adalah teknik penerjemahan dengan cara mengganti sebuah istilah atau ungkapan dengan sbuah deskripsi bentuk dan/tau fungsinya. “Description is to replace a term or expression with a description of its form or/and function.” (Molina dan Hurtado Albir, 2002:510).
Contoh dari deskripsi adalah penerjemahan kata bahasa Italia Panetto menjadi sebuah deskripsi dalam bahasa Inggris ‘traditional Italian cake eaten on New Year’s Eve’. Mengapa demikian? Karena dalam bahasa Inggris tidak dikenal istilah atau jenis makanan Panetto sehingga dianggap untuk menggantikan kata benda itu dengan sebuah deskripsi yang menggambarkan jenis makanan tersebut.
Menurut Moentaha (2006:77-78), penerjemahan deskripsi adalah penyampaian makna dari Tsu kedalam Tsa dengan menggunakan kombinasi kata-kata bebas, yaitu menjelaskan satuan-sauan leksikal yang mencerminkan realitas spesifik Negara yang satu dengan Negara lainnya, karena satuan-satuan seperti itu tidak mempunyai ekuivalens. Berikut ini adalah contohnya;
1.     Tsu : ‘cow-creamer’
Tsa : ‘poci yang berbentuk sapi untuk tempat susu’
2.     Tsu : ‘nasi tumpeng’
Ta : ‘boiled rice, designed in the shape of cone’

7. Discursive Creation
Kreasi diskrusif adalah teknik penerjemahan yang berupaya untuk menentukan atau menciptakan sebuah padanan sementara yang benar-benar diluar konteks yang tak terprediksi.
Contohnya penerjemahan judul film ‘Rumble fish’ dalam bahsa Inggris menjadi ‘La ley de la calle’ dalam bahasa Spanyol. Sebenarnya, frase “Rumble fish” itu sendiri tidak memiliki kesinambungan makna dengan frase ‘La ley de la calle’=’line of the street’=jalur/lintasan jalan yang ramai sedangkan ‘rumble fish’=’ikan gemuruh’.
Disamping itu Delisle dalam Molina dan Hurtado Albir (2002:505) menambahkan bahwa:
‘discursive creation is an operation in the cognitive process of translating by which aq non-lexical equivalence is established that only works in context’.
Definisi tersebut menjelaskan bahwa kreasi diskursif merupakan sebuah upaya aktivitas dalam proses kognitif penerjemahan yang menentukan atau menciptakan sebuah padanan non-leksikal yag hanya berfungsi dalam konteks. Misalnya frase ‘ideas become cross fertilized’ dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi ‘le choc des idees se revele fecond’ dalam bahasa Francis.

8. Established Equivalent
Padanan mantap adalah teknik penerjemahan yang berupaya menggunakan sebuah istilah atau ungkapan yang dikenal sebagai sebuah padanan dalam Tsa.
Contoh kasus dari padanan mantap ini adalah penerjemahan ungkapan bahasa Inggris ‘they are as like as two peas’ kedalam bahasa Spanyol menjadi ‘se parecer como dos goats de agua’. Teknik ini hamper sama dengan penerjemahan harfiah.
Tsu (E) : they are as like two peas
Tsa (Sp) : se parecer como dos goats de agua
Mereka sama percis seperti dua tetes air.
Jika dianalisis maka secara literal, kedua kalimat tersebut diterjemahkan secara mantap mengikuti pola struktur kalimatnya.

9. Generalization
Generalisai adalah teknik penerjemahan yang menggunakan istilah yang lebih umum atau netral.
“generalization is to use more general or neutral term”(Molina, 2002:501).
Contoh dari teknik generalisasi ini adlah kasus penerjemahan ‘quichet’, ‘fenetre’ atau ‘devanture’ dalam bahasa Francis yang lebih khusus menjadi ‘window’ dalam bahasa Inggris yang lebih umum. Misalnya ‘devanture’ sebenarnya berarti ‘shop window’=’jendelatoko’ bukan ‘window’=’jendela’, tetapi dalam kasus ini akhirnya diambil istilah yag lebih umum atau netral saja yaitu ‘window’=’jendela’.
Moentaha (2006:62) menambahkan bahwa generalisasi adalah penggantian kata dalam Tsu yang maknanya sempit dengan kata Tsa yang maknanya lebih luas. Berikut ini adalah contohnya:
1.     Tsu : she was letting her temper go by inches.
Tsa : dia sedikit demi sedikit kehilangan kesabarannya.
2.      Tsu : when shot, she was apparently taking awalk.
Tsa : tampaknya dia terbunuh pada saat jalan-jalan.
Frase pada contoh ke-1 go by inces tidak diterjemahkan menjadi inci demi inci karena didalam bahasa Indonesia tidak dikenal ungkapan metafora semacam itu, tetapi diganti dengan ungkapan yang lebih umum yaitu sedikit demi sedikit. Kata shot pada contoh ke-2 tidak diterjemahka tertembak tetapi diterjemahkan denan istilah yang lebih umum yaitu terbunu.

10. Literal translation
Penerjemahan harfiah dalam bahasan ini oleh Molina dan Hurtado dikategorikan kedalam teknik penerjemahan. Teknik penerjemahan ini mencoba menerjemahkan sebuah kata atau ungkapan secara kata per kata.
Yang dimaksudkan dengan kata demi kata ini bukan berarti menerjemahkan satu kata untuk kata yang lainnya, tetapi lebih cenderumg kepada menerjemahkan kata demi kata berdasrkan fungsi dan maknanya dalam tataran kalimat. Berikut adalah contoh yang dikemukakan oleh Bosco (2008:1)
Tsu (Sp) : el equipo experimentando esta trabajndo para terminar el informe.
Tsa (E) : the experienced team is working to finish the report.
Dalam contoh diatas penerjemahan frase equipo experimentando diterjemahkan sesuai dengan fungsi dan makna masing-masing kata sesuai dengan struktur frasenya Tsu masing-masing, misalnya menjadi experienced team tidak team experienced karena struktur frase bahsa Inggris itu MD ( menerangkan diterangkan) yang belawanan dengan struktur frase bahsa Spanyol (DM) diterangkan menerangkan. Struktur frase tersebut sama dengan struktur frase bahasa Indonesia, sehingga frase equipo experimentado dapat diterjemahkan menjadi tim yang berpengalaman.

11. Modulation
Modulasi dalam batasan ini adalah mengubah sudut pandang, focus atau kategori kognitif yang ada dalam Tsu baik secara leksikal maupun structural, contohnya dalam penerjemahan kalimat ‘you are going to have a child’ daripada kedalam bahas Inggris menjadi ‘you are going to be a father’. Padahal memang kata itu berarti ‘father’= seoraang ayah tetapi dalam kasus ini kata tersebut diterjemahkan menjadi ‘child’=seoranf anak. Itulah yang terjadi dalam modulasi karena kasus pengubahan sudut pandang antara orang Arab dan Inggris berbeda secara kultur walaupun memang logikanya jika kalimat “kamu akan mamiliki anak’ pada intinya sama dengan kalimat ‘kamu akan menjadi seorang ayah’.

12. Particulalitation
Partikularisasi adlah teknik penerjemahan yang mencoba menggunakan sebuah istilah yang lebih tepat dan kongkrit.
‘particularizatin is to use a more precise or concrete term’ (Molina dan Hartono Albir, 2002:510).
Contoh dari teknik penerjemahan ini adlah penerjemahan kata bahasa Inggris ‘window’ menjadi ‘quichet’=’jendela toko’ dalam bahsa Francis. Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik penerjemahan generalization. Dari contoh tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa teknik penerjemahan partikularisasi itu mencoba menerjemahkan satu istilah dengan cara mencari padanannya yang lebih spesifik atau khusus.

13. Reduction
Molina dan albir (2002:510) mengatakan bahwa reduction adalah sebuah teknik penerjemahan yang memberangus sebuah item informasi dlam Tsa, misalnya penghilangan frase the month of fasting untuk penerjemahan kata benda Ramadhan kedalam bahsa Inggris, karena kata itu ada dalam bahasa Arab sudah mengandung makna the month of fasting atau ‘bulan puasa’ sehingga tidak usah disebutkan lagi. Teknik pengurangan ini sama dengan konsep Omission-nya Vazquez Ayora dan delisle dalam Molina dan Albir (2002:505). Mereka menyebutkan bahwa “Omision is the unjustifiable suppression of elements in the SLA”. Artinya bahwa pengurangan adalah pelarangan penggunaan unsure-unsur yang berlebihan, maka harus dihindari. Teknik ni merupakan teknik kebalikan dari penambahan. Teknik penerjemahan ini adalah membuang kata yang berlimpah atau menurut Lyons dalam Moentaha (2006:70) disebut kelimpahan semantic. Dalam hal ini tanpa bantuan kata yang melimpah itu, isi informasi dalam Tsu dapat disampaikan kedalam Tsa secara utuh. Perhatikan contoh berikut:
Tsu : just and equitable treatment.
Tsa : hubungan yang adil.
Kata just and tidak diterjemahkan atau dihilanhkan karena sudh cukup jelas dengan terjemahan kata equitable yang sepadan dengan kata adil, wajar, pantas dan patu.

14. Substitution
Teknik penerjemahan subtitusi baik subtitusi linguistil maupun substitusi paralinguistic adalah teknik penerjemahan yang mencoba mengubah unsure-unsur linguistic dengan unsure-unsur paralinguistic, misalnya intonasi dengan gerak tubuh dan sebaliknya.
“substitution (linguistic, paralinguistic) is to change linguistic elements for paralinguistic elements (intonation, gestures) or vice versa.” (Molina dan Hurtado Albir, 2002:510)
Contohnya adalah untuk menerjemahkan paralinguitik gerak tubuh dalam konteks budaya Arab, yaitu meletakan tangan di dada dapat diterjemahkan ke dalam sebuah tuturan ucapan terimakasih, yaitu ‘thank you’. Kasus ini sering terjadi dalam interpereting.

15. Transposition
Transposisi dalam hal ini adalah teknik penerjemahan yang mencoba mengubah sebuah kategori gramatikal.
“transposition is change a grammatical category.” (Molina dan Hurtado Albir, 2002:510)
Contohnya adalah penerjemahan kalimat bahasa Inggris ‘he will soon be back’ diterjemahkan kedalam bahsa Spanyol menjadi ‘notardara en veir’, yang mengubah adverbial ‘soon’ menjadi kata kerja ‘tardar’ yang berarti ‘take a long time’ daripada tetap menerjemahkannya kedalam bentuk adverbial dan menerjemahkan menjadi ‘estara de vulelta pronto’.

16. Variation
Variasi adalah teknik penerjemahan yang mencoba mengubah unsure-unsur linguistic atau para linguitik yang dapat member dampak pada aspek-aspek variasi bahsa, misalnya menhubah nada tekstual, gaya, dialek social, dialek geografis, dan lain-lain.
“varation is to change linguistic or paralinguistic elements (intonation, gestures) that effect aspects of linguistic variation:changes of textual tone, style, social, social dialect, geographical dialec, etc. (Molina dan Hurtado Albir, 2002:510).
Contoh dari teknik penerjemahan variasi ini adalah memperkenalkan atau mengubah indicator-indikator dilektikal dari karakter-karakter atau lakon dalam sebuah cerita ketika seseorang akan menerjemahkan sebuah novel menjadi sbuah pertunjukan drama untuk anak-anak. Nada dalam hal ini adalah cara menyampaikan pikiran atau perasaan.
ADSENSE HERE

2 comments